Cara Melatih Anak Untuk Berpikir Kritis?

Seorang psikolog yang mempelajari Memory Medic. Professor senior Neurosains di Universitas Texas A&M. Banyak anak tidak cukup yakin diri untuk berpikir sendiri dan terlalu takut untuk mencoba. Kenyataannya adalah bahwa anak-anak terlahir untuk berpikir secara kreatif, tetapi kesesuaian sekolah udah menenggelamkan anak-anak dan halangi asumsi analitis dan kreatif mereka pada saat Les Calistung Jogja. Dalam budaya kita, cuma satu area di mana ide-ide berwawasan dimusnahkan adalah di sekolah.

Beberapa orang mungkin beranggapan bahwa mustahil untuk mengajari anak supaya jadi seorang pemikir. Kepercayaan kebanyakan adalah bahwa tersedia yang terlahir sebagai intelek dan tersedia yang tidak. Tentu saja ini keliru! Berpikir kronis dan kreatif adalah kemampuan, suatu hal yang tentunya mampu dilatih.

Tentu saja, senantiasa tersedia yang dinamakan tahap perkembangan. Anak kecil tidak cukup berpikir analitis dibanding yang lebih tua. Namun, seberapa baik seorang anak berpikir terkait terhadap bagaimana orangtua dan guru memberi harapan supaya mereka berpikir bersama dengan langkah mereka sendiri. sekolah sering cuma berfokus mengajari siswa tentang apa yang kudu dipikirkan, dan bukan bagaimana langkah berpikir.

Orangtua cenderung memberitahu anak-anak apa saja yang kudu dipikirkan. Tetapi apalagi di dalam perihal mengajari anak-anak bagaimana berperilaku baik dan tepat, instruksi bakal lebih mungkin diterima terkecuali anak-anak didorong untuk mengayalkan mengapa prilaku khusus lebih dipilih berasal dari prilaku lainnya.

Beberpa Orangtua dan Guru mengetahui banyak anak memiliki kapabilitas berpikir yang buruk. Beberapa penyebabnya adalah pergantian budaya, yang jadi salah satu faktor, seperti televisi, musik yang melemahkan pikiran, video game, jejaring sosial dan seterusnya. Kita tidak memiliki masalah untuk memberitahu apa yang kudu dipikirkan oleh anak-anak, tetapi ketika asumsi mereka merasa punya masalah kami banyak yang enggan campur tangan.

Beberapa Orangtua apalagi Guru berpikir bahwa bakal buruk menentang asumsi anak-anak yang lemah dan sedikit bermasalah. Mereka kuatir perihal itu bakal sebabkan mereka terlihat memalukan dan menghancurkan harga diri mereka. kenyataannya, perihal itulah yang justru sebabkan mereka semaakin tidak mampu setara bersama dengan teman atau teman mereka yang memiliki kapabilitas berpikir efektif, dan justru perihal itu yang sebabkan munculnya rasa harga diri yang rendah terhadap anak.

Sekolah dan mandat negara juga berkontribusi terhadap masalah ini. Sering sekali, siswa cuma dilatih untuk mencari satu “jawaban yang benar.” Lalu tersedia pengetahuan dan keterampilan standar negara, di mana siswa secara aktif tidak dianjurkan untuk berpikir “di luar kotak.”

 

Pertama, Berilah Kepercayaan dan Harapan

Penting untuk anak melatih mempertahankan ide-ide mereka dan menjawab sejumlah pertanyaan. Tunjukkan bahwa tidaklah lumayan terkecuali sebuah opini atau jawaban hanya “benar”. Anak perlu untuk mempertahankan opini-opini mereka dan mengetahui mengapa mereka tiba terhadap jawaban tersebut dan kenapa perihal itu “betul”.

 

Kedua, Jadilah Model.

Orangtua dan Guru mampu menyatakan segera kepada anak-anak bagaimana berpikir kronis dan kreatif tentang instruksi materi. Meskipun di dalam “mengajarkan sebuah test,” menyatakan kepada anak-anak bagaimana mengayalkan alternative jawaban, tidak cuma mengingat jawaban yang benar. Tunjukkan kenapa beberapa jawaban mampu dikatakan benar dan beberapa dikatakan salah.

Ketiga, Berilah Penghargaan

Dalam proses berpikir, Orangtua dan Guru kudu mengambil alih perhatian anak-anak. Aktifitas belajar dan semua tugas sebaiknya memiliki target yang mengetahui untuk anak-anak supaya membiasakan anggapan kronis dan kreatif. Premi gradasi berbentuk penghargaan atau beberapa insentif mampu diberikan terhadap anak-anak sebagai penghargaan. Ketepatan asumsi cuma mampu berjalan terkecuali terlalu diinginkan dan dihargai.